Terimakasih Atas Kunjungannya

Senin, 13 Februari 2012

Harga Diri Manusia Langit

Harga Diri Manusia Langit



Judul         : Manusia Langit

Penulis      : J. A. Sonjaya

Penerbit    : Kompas

Terbit        : I, September 2010

Halaman   : xii + 212 Halaman

Harga        : Rp. 38.000.




   Kebebasan bukan berarti bisa berperilaku hidup sesuka kehendak
hatinya. Apalagi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama
sekelompok manusia lain terikat suatu aturan-aturan tertulis maupun
tidak tertulis, termasuk hukum adat.
   Bangsa indonesia yang kaya budaya ini memiliki berbagai macam suku
yang mana masing-masing memiliki hukum adat sendiri selain hukum
negara. Tak jarang suku-suku pedalaman memiliki hukum adat yang
berlandaskan 'Harga Diri', bahkan membawa pengaruh lebih kuat daripada
hukum negara. Ya, 'Harga Diri', menjadi titik berat dalam novel
karangan J. A. Sonjaya ini. Tanpa disadari masalah harga diri kerap
menjadi masalah serius di kehidupan manusia. Contohnya saja kasus
tawuran antara perguruan silat akhir-akhir ini, apa penyebabnya?
Mereka berdalih karena harga diri perguruannya merasa dilecehkan, dan
tentu masih banyak contah masalah yang lain. Konsep Manusia Langit
dimaksudkan sebagai orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai
harga diri dalam hidupnya di masyarakat.
   Lulusan Arkeologi UGM ini memulai kisahnya dari tokoh utama 'Aku',
yang bernama Mahendra, seorang Dosen Muda sebuah Universitas di
Yogyakarta yang tengah melakukan penelitian Arkeologi di sebuah
kampung bernama Banuaha di pedalaman Pulau nias. Dalam penggalian
artefak, Mahendra dibantu oleh Sayani, pemuda Banuaha anak ama Budi
seorang tetua dikampung itu yg juga menjadi tuan rumah tempat ia
menginap selama disana. Disuatu siang yang terik, penggalian
membuahkan hasil dengan ditemukannya artefak berupa periuk yang
kemudian diketahui dari ama Budi bahwa itu adalah tempat meletakkan
bayi yang dikubur hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri. Keterangan
itu kemudian membawa tokoh 'Aku' menyusuri masa lalunya di Yogya yang
juga alasannya pergi ke Banuaha meninggalkan kehidupan kampus. Rasa
bersalah kembali menghantuinya ketika teringat kisah masa lalu bersama
Yasmin, gadis peranakan Arab yang juga mahasiswinya yang dikabarkan
meninggal disebuah hotel dengan mengandung bayi dari hubungannya.
Seakan terlupa sejenak, Mahendra kembali tenggelam dengan keasyikan
melakukan penelitian sampai suatu hari datanglah Pak Laiya, pemilik
ladang tempatnya menggali, bersama sekumpulan warga kampung yang
berdalih bahwa Pemuda Yogya itu menyebarkan keterangan palsu tentang
penguburan bayi itu. Tak berselang lama kemudian Ina Budi, istri Ama
Budi meninggal dunia. Kejadian itu menyebabkan keretakan hubungan
Mahendra dengan Sayani hingga Sayani pun pergi meninggalkan Banuaha.
Hari-hari dilaluinya dengan semakin akrabnya dengan penduduk setempat,
sampai ia dianggap anak oleh ama Budi.
   Rasa cinta untuk kedua kalinya pun menghampirinya lagi. Kali ini hati
mampu di getarkan oleh seorang gadis pincang bernama Saita, namun
lagi-lagi aturan adat menyurutkan niatnya menikahi gadis itu. Tak
disangkanya rasa cinta kedua insan itu menuai petaka karena Saita
telah mempunyai calon suami. Disaat pesta pernikahan Saita, tanpa di
duga gadis pincang itu berlari memeluk Mahendra. Spontan saja,
kejadian yang tidak wajar dikalangan kampung tersebut membuahkan adu
jotos antara dua keluarga. Keluarga mempelai pria merasa harga dirinya
terinjak oleh Mahendra yang merupakan keluarga ama Budi. Karena
kejadian itu, Mahendra merasa selalu menyusahkan ama Budi dan
memutuskan kembali ke Yogya.
   Ditengah perjalanan ia bertemu seorang wanita Arab yg mengingatkannya
pada sosok Yasmin. Cobaan datang lagi, perahu yang ditumpanginya
diterjang badai dan membuat dia di tengah laut berhari-hari bersama
Fiqoh, wanita Arab itu.
   'Manusia Langit' akan membawa pembaca masuk ke dalam kehidupan suku
pedalaman yang masih bertahan dengan aturan-aturan adat warisan
leluhur ditengah gilasan kemodernan jaman. Dengan basic ilmu Arkeologi
Antropologi, penulis mencoba membandingkan perilaku-perilaku beberapa
suku di Indonesia baik dari sudut kesamaan maupun perbedaan, sehingga
fakta-fakta pun membumbui fiksi ini.
   Pertentangan demi pertentangan mengenai perilaku adat yang dianggap
menyimpang oleh tokoh utama mungkin juga akan dialami pembaca karena
latarbelakang adat yang majemuk di Indonesia.
   Pria kelahiran 25 Juni itu menuturkan novel dengan gaya bahasa yang
ringan tanpa mengurangi unsur-unsur suatu tulisan sehingga mudah untuk
dipahami dan dibaca diwaktu santai. Penulis tetap menyisipkan bahasa
asli penduduk Nias pada percakapan antar tokoh. Namun alangkah lebih
nyaman jika pembaca langsung bisa mengerti artinya jika terjemahannya
berada langsung di catatan kaki tanpa harus membolak-balik dari
halaman belakang.
   Buku ini direkomendasikan untuk dibaca oleh siapapun selain sebagai
hiburan dengan kisah-kisah petualangan yang seru dan juga bisa juga
bagi para remaja yang mencari pelajaran-pelajaran hidup, terutama
mengenai 'Harga Diri'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar