"Ijinkan aku hari ini untuk melihatmu, walau hanya sedetik saja."
"Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau meracuni pikiranmu dengan bayang-bayang diriku."
"Tapi rasa rindu ini sudah meluap di rongga dadaku. Aku tak mampu menahannya lagi. Sungguh."
"Kau harus bisa menahannya. Harus. Kau tidak boleh memberi celah bagi iblis untuk merusak ketulusan cinta yang kau bangun. Kau ingat perkataanmu tentang tembok tak kasat mata yang melindungiku? Tembok pembatas yang aku bangun dari kalam-kalam Ilahi. Bukankah kau telah berjanji akan membuatnya lebih kokoh. Agar setan beserta anak cucunya tak mampu menembusnya, bahkan untuk mengintipnya sekalipun."
"Ya, tentu saja aku masih ingat yang aku katakan waktu itu. Lantas apa hubungannya dengan keinginanku untuk melihatmu meskipun hanya sebentar saja?"
"Kau tentu tau iblis dan para pengikutnya itu sangat licik. Mereka akan selalu mengikutimu, mencari titik terlemah dirimu. Mereka menjadikanmu umpan dengan menghasutmu agar selalu berupaya masuk dan mencari celah pada tembok ini. Jika kau sering melakukan dengan cara-caramu atau bahkan aku sendiri yang membukanya untukmu mendahului kehendak Tuhan, maka iblis akan mengetahui jalan masuk. Iblis dan pasukan laknatnya itu akan menyerangku. Dengan mudah mereka akan menghancurkannya dari dalam. Hal itu yang selalu aku takutkan."
"Baiklah, aku mengerti. Tolong maafkan aku atas kebodohan yang akan aku perbuat. Semoga Tuhan akan selalu menjaga tembok itu hingga hari yang ditentukanNya tiba. Aku selalu berharap semoga aku menjadi penghuni pilihanNya dan pilihanmu."
"Amiin. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi seluruh umatNya."
Mojokerto, 21 Oktober 2016
#pokokéNyocot